Arsip Blog
Batik dan Kebudayaan
Indonesia sangatlah kaya akan kebudayaan. Batik hanya salah satu dari sekian banyak kebudayaan yang ada di Indonesia. Batik rnerupakan bagian kebudayaan asli Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi dengan cara yang sangat elegan, diajarkan dan dijadikan tolok ukur kedewasaan seseorang.
Batik sebagai bagian dari kebudayaan bukan hanya digunakan untuk melatih keterampilan lukis dan sungging, tetapi juga penuh dengan pendidikan etika dan estetika bagi perempuan zaman dulu. Batik juga ikut menandai peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan manusia, terutama di Jawa. Misalnya, batik corak sido mukti cocok digunakan untuk upacara pernikahan. Tentunya ini bukan sekedar dipakai, tetapi digunakan untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu secara simbolis melafui motif-motif batik.
Kebudayaan Indonesia selalu mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa. Kebudayaan bersifat sangat dinamis dan mengikuti perkembangan pemiliknya. Untuk memahami kebudayaan, kita juga harus memahami makna, nilai, simbol, dan acuan yang digunakan oleh komunitas pendukungnya. Nilai-nilai yang berkaitan dengan sesuatu yang dianggap berharga dan simbol biasanya memiliki fungsi tertentu yang erat berkaitan dengan identitas komunitas.
Pada umumnya, kebudayaan mengandung dua kemampuan sekaligus, yaitu kemampuan untuk melestarikan dan kemampuan untuk mengembangkan. Satu kemampuan mempertahankannya agar lestari, sementara daya yang lain menariknya untuk berkembang lebih maju. Kemampuan tersebut akan sangat bergantung pada tingkat ketahanan budaya masyarakatnya. Semakin rendah ketahanan budaya masyarakat, semakin kuat budaya luar memengaruhi dan bahkan menghilangkannya secara perlahan-lahan.
Proses persentuhan budaya lokal dengan tradisi-tradisi besar di dunia telah melahirkan keragaman budaya Nusantara, demikian pula yang terjadi pada batik. Saling silang budaya itu telah membuat perubahan yang dinamis dalam tradisi batik Nusantara. Batik di Indonesia telah mengalami perubahan yang demikian kreatif sehingga memunculkan berbagai bentuk dan corak yang sangat asli Indonesia, seolah-olah tidak ada kebudayaan lain yang melatari corak-corak dan motif-motif tersebut.
Berbagai jenis batik di Indonesia yang dipengaruhi oleh India, Eropa, Asia, dan berbagai bentuk karakter busana tradisi-tradisi besar di dunia telah mengejawantah menjadi dirinya sendiri. Mereka telah menjawab tantangan budaya global secara kreatif, sehingga tidak terdesak tenggelam di dalam kebudayaan-kebudayaan besar tersebut.
Seni batik di Indonesia bukan hanya “seni yang indah dilihat” tetapi juga “seni yang dapat dipakai”. Seni batik telah berkembang sedemikian pesat sehingga tidak hanya menjadi karakteristik keindahan, tetapi telah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan dengan sangat mudah dapat diperhitungkan nilai jual belinya berdasarkan keindahan dan kegunaannya.
Keragaman corak, warna, hingga estetika yang membentuk batik pada masing-masing daerah bukan saja merupakan identitas visual artistik dari keragaman batik itu sendiri, tetapi sekaligus dapat dilihat sebagai identifikasi karakter budaya yang membentuknya. Selain itu, ada pula filosofi, sejarah, dan nilai lainnya.
Kebudayaan yang maju di suatu negara akan semakin mendorong masyarakatnya untuk terus bergerak kreatif. Dengan kekreatifan itu, diharapkan batik Indonesia akan semakin menunjukkan jati dirinya sebagai salah satu warisan kebudayaan Indonesia yang memiliki ciri, karakter, warna, corak, dan motif yang khas Indonesia.
Batik Motif Sido Mukti
Motif Batik Sido Mukti mengandung makna kemakmuran. Bagi orang Jawa, hidup yang didambakan selain keluhuran budi, ucapan, dan tindakan, tentu adalah pencapaian mukti atau kemakmuran, baik di dunia maupun di akhirat.
Setiap orang pasti mencari kemakmuran dan ketenteraman lahir dan batin. Kemakmuran dan ketenteraman itu tidak akan tercapai tanpa usaha dan kerja keras, keluhuran budi, ucapan, dan tindakan.
Setiap orang harus bisa mengendalikan hawa nafsu, mengurangi kesenangan menggunjing tetangga, berbuat baik tanpa merugikan orang lain, dan sebagainya agar dirinya merasa makmur lahir batin. Kehidupan untuk mencapai kemakmuran lahir dan batin itulah yang juga menjadi salah satu dambaan masyarakat.
Makna Filosofis di Balik Motif Batik
Makna Filosofis di Balik Motif Batik
Batik merupakan hasil seni budaya yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna filosofis pada setiap motifnya. Penampilan sehelai batik tradisional, baik dari segi motif maupun warnanya, dapat mengatakan kepada kita dari mana batik tersebut berasal. Motif batik berkembang sejalan dengan waktu, tempat, peristiwa yang menyertai, serta perkembangan kebutuhan masyarakat.
Sering kali lokasi memberi pengaruh yang cukup besar pada motif batik. Meskipun berasal dari sumber atau tempat yang sama, jika berkembang di tempat yang berbeda, motifnya akan berbeda pula. Contohnya adalah motif nitik. Motif nitik sebenarnya berasal dan pengaruh luar yang berkembang di pantai utara Laut Jawa, sampai akhirnya berkembang pula di pedalaman dan menjadi suatu motif yang sangat indah.
Pada saat pedagang dari Gujarat (India) datang di pantai utara Pulau Jawa, mereka membawa kain tenun dan bahan sutra khas Gujarat dalam barang dagangannya. Motif dan kain tersebut berbentuk geometris dan sangat indah, dibuat dengan teknik dobel ikat yang disebut patola yang dikenal di Jawa sebagai kain cinde. Warna yang digunakan adalah merah dan biru indigo.
Motif kain patola memberi inspirasi para pembatik di daerah pesisir maupun pedalaman, bahkan lingkungan keraton. Di daerah Pekalongan tercipta kain batik yang disebut jlamprang, bermotif ceplok dengan warna khas Pekalongan. Oleh karena terinspirasi motif tenunan, maka motif yang tercipta terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang yang disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan anyaman yang terdapat pada tenunan patola.
Kain batik jlamprang berkembang di daerah pesisir, sehingga warnanya pun bermacam-macam, sesuai selera konsumennya yang kebanyakan berasal dari Eropa, Cina, dan negara-negara lain. Warna yang dominan digunakan adalah rnerah, hijau, biru dan kuning, meskipun masih juga menggunakan warna soga dan wedelan.
Selain terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang, nitik dari Yogyakarta juga diperindah dengan hadirnya isen-isen batik lain, seperti cecek (cecek pitu, cecek telu), bahkan ada yang diberi ornamen batik dengan klowong maupun tembokan, sehingga penampilannya, baik bentuk dan warnanya, lain dari motif jlampranq Pekalongan. Nitik dari Yogyakarta menggunakan warna indigo, soga (cokelat), dan putih. Seperti motif batik yang berasal dari keraton lainnya, motif nitik kreasi keraton juga berkembang ke luar lingkungan keraton. Lingkungan Keraton Yogyakarta yang terkenal dengan motif nitik yang indah adalah Ndalem Brongtodiningrat. Batik nitik Yogyakarta yang terkenal adalah dari Desa Wonokromo, dekat Kotagede.
Untuk membuat batikan yang berbentuk bujur sangkar dan persegi panjang, diperlukan canting tulis khusus dengan lubang canting yang berbeda dengan canting biasa. Canting tulis untuk nitik dibuat dengan membelah lubang canting biasa ke dua arah yang saling tegak lurus.
Dalam pengerjaannya, setelah pencelupan pertama dalam warna biru, proses mengerok hanya dikerjakan untuk bagian cecek saja atau bila ada bagian klowong-nya. Agar warna soga dapat masuk di bagian motif yang berupa bujur sangkar dan persegi panjang yang sangat kecil tersebut, maka bagian tersebut ditekan-tekan sehingga pada bagian tertentu malamnya dapat lepas dan warna soga dapat masuk ke dalamnya.
Oleh karena itu, untuk membuat batik nitik diperlukan malam khusus yaitu malam yang kekuatan menempelnya antara malam klowong dan malam tembok. Langkah selanjutnya adalah mbironi, menyogo, dan akhimya melorod.
Sampai saat ini terdapat kurang lebih 70 motif nitik. Sebagian besar motif nitik diberi nama dengan nama bunga, seperti kembang kenthang, sekar kemuning, sekar randu, dan sebagainya. Ada pula yang diberi nama lain, misalnya nitik cakar, nitik jonggrang, tanjung gunung, dan sebagainya.
Motif nitik juga sering dipadukan dengan motif parang, ditampilkan dalam bentuk ceplok, kothak, atau sebagai pengisi bentuk keyong, dan juga sebagai motif untuk sekar jagad, tambal, dan sebagainya. Paduan motif ini terdiri dan satu macam maupun bermacam-macam motif nitik. Tampilan yang merupakan paduan motif nitik dengan motif lain membawa perubahan nama, misalnya parang seling nitik, nitik tambal, nitik kasatrian, dan sebagainya.
Seperti halnya motif batik yang lain, motif nitik juga mempunyai arti filosofis. Contohnya, nitik cakar yang sering digunakan pada upacara adat perkawinan ini diberi nama demikian karena pada bagian motifnya terdapat ornamen yang berbentuk seperti cakar. Cakar yang dimaksud adalah cakar ayam atau kaki bagian bawah. Cakar ini digunakan untuk mengais tanah mencari makanan atau sesuatu untuk dimakan.
Motif nitik cakar dikenakan pada upacara adat perkawinan, dimaksudkan agar pasangan yang menikah dapat mencari nafkah dengan halal, sepandai ayam mencari makan dengan cakarnya. Nitik cakar dapat berdiri sendiri sebagai motif dan satu kain atau sebagai bagian dari motif kain tertentu, seperti motif wirasat atau sido drajat, yang juga sering digunakan dalam upacara adat perkawinan. Setiap motif batik memiliki makna filosofis. Makna-makna tersebut menunjukkan kedalaman pemahaman terhadap nilai-nilai lokal. Hingga sekarang nilai-nilai tersebut masih bertahan.